Dasar-dasar Ilmu Politik

Summary Pengantar Ilmu Politik
Dasar-dasar Ilmu Politik, oleh Prof. Miriam Budiardjo

Perkembangan Ilmu Politik
Ada 2 pandangan mengenai usia ilmu politik. Apabila ilmu politik dianggap sebagai bagian dari ilmu sosial yang mempunyai dasar, fokus, rangka, dan ruang lingkup yang sudah jelas, maka dapat dikatakan ilmu politik masih sangat muda usianya, jika dibandingkan dengan ilmu-ilmu sosial lainnya. Hal ini dikarenakan ilmu politik sendiri baru lahir pada akhir abad ke-19, sementara ilmu-ilmu sosial lainnya lahir lebih dulu sebelum itu. Namun, apabila ilmu politik ditinjau sebagai pembahasan secara rasionil dari berbagai aspek negara, ilmu politik merupakan ilmu yang sudah ada sebelum ilmu-ilmu sosial lainnya. Bahkan, ilmu politik pernah disebut sebagai “ilmu sosial yang tertua” di dunia. Pada waktu itu, ilmu politik banyak bersandar pada sejarah dan filsafat.
Banyak anggapan bahwa ilmu politik merupakan ilmu tentang negara. Konsep tentang negara sendiri sudah ada sejak tahun 450 SM, di Yunani kuno. Bukti dari fakta tersebut adalah dengan ditemukannya karya-karya filsuf-filsuf terkenal dunia, seperti Herodotus, Plato, Aristoteles, dan sebagainya. Tidak hanya di Yunani, berbagai tulisan- tulisan politik yang bermutu juga dapat ditemui di India dan Cina. Di India, berbagai tulisan mengenai politik dapat ditemui pada kitab Dharmasastra dan Arthasastra pada tahun 500 SM. Sementara di Cina, tulisan-tulisan tentang politik tersebut termuat dalam karya Confusius dan K’ung Fu Tzu (± 500 SM), Mencius (± 350 SM) dan Mazhab Legalists (Shang Yang, ± 350 SM). Bahkan, di Indonesia sendiri sebenarnya telah banyak ditemukan berbagai tulisan bermutu tentang politik, antara lain dalam kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Majapahit pada abad 13-15 SM, dan pada Babad Tanah Jawi. Namun, mulai akhir abad 19, kesusastraan tentang politik mengalami kemunduran. Hal ini dikarenakan banyak pemikiran-pemikiran dari Barat yang menghambat perkembangan ilmu politik di Asia.
Pada abad 18-19, di berbagai negara-negara di Benua Eropa, seperti Jerman, Austria, dan Perancis, politik banyak dipengaruhi oleh hukum. Pada waktu itu, fokus perhatian dari ilmu politik adalah mengenai negara. Ilmu politik sewaktu itu belum merupakan ilmu yang berdiri sendiri, melainkan masih termasuk dalam kurikulum pada Fakultas Hukum dan termasuk mata kuliah Ilmu Negara (Staatslehre). Di negara Inggris, politik termasuk dalam cabang ilmu filsafat, terutama dalam moral philosophy. Pembahasan dari ilmu politik pun tidak pernah lepas dari sejarah.
Dua buah tempat yang menjadi tanda bahwa politik untuk pertama kalinya mendapat tempat dalam kurikulum di perguruan tinggi adalah Ecole Libre des Sciences Politiques (Paris, 1870), dan London School of Economics and Political Science( Inggris, 1895). Dibangunnya kedua tempat tersebut menjadi awal baru bagi ilmu politik, yang mulai mendapat perhatian lebih dari para pelajar.
Di Amerika Serikat, ilmu politik banyak dipengaruhi oleh sosiologi dan psikologi. Barulah pada tahun 1858, ilmu politik mulai diakui sebagai ilmu tersendiri. Hal ini ditunjukkan dengan diangkatnya sarjana asal Jerman, Francis Lieber, menjadi guru besar dalam sejarah dan ilmu politik di Columbia College. Sejak pengakuan tersebut, keberadaan ilmu politik di Amerika Serikat semakin berkembang. Pada tahun 1904, di Amerika Serikat didirikan APSA (American Political Science Association).
Sesudah Perang Dunia II, perkembangan ilmu politik di berbagai belahan dunia semakin pesat. Hal ini dibuktikan dengan didirikannya Faculteit der Sociale en Politieke Wetenschappen (sekarang bernama Faculteit der Sociale Wetenschappen) pada tahun 1947 di Amsterdam. Tidak hanya di Belanda, perkembangan ilmu politik juga tejadi di Indonesia, dengan didirikannya Fakultas Sosial dan Politik di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dan Fakultas Ilmu-ilmu Sosial di Universitas Indonesia, Jakarta. Di mana, di Universitas Indonesia itu, ilmu politik menjadi 1 departemen tersendiri dan tidak digabung dengan departemen-departemen lainnya. Perkembangan ilmu politik itu tidak serta-merta menjadikannya sebagai suatu ilmu yang memiliki kedudukan dan definisi yang jelas. Ketidakseragaman dalam terminologi dan metodologi dalam ilmu politik itulah yang menyebabkan UNESCO menyelenggarakan survey tentang kedudukan ilmu politik dalam ± 30 negara. Proyek ini dilaksanakan pada tahun 1948, dan dipimpin oleh W. Ebenstein dari Princeton University, Amerika Serikat. Hasil proyek ini kemudian dimasukkan dalam sebuah buku berjudulContemporary Political Science (1948). Ternyata, buku tersebut pun dianggap belum cukup untuk memberikan penjelasan mengenai ilmu politik. Sehingga, UNESCO bersama IPSA (International Political Science Association) kembali menyelenggarakan penelitian pada ± 10 negara (beberapa negara Barat, India, Mexico, dan Polandia). Kemudian, laporan- laporan ini dibahas dalam konferensi di Cambridge, Inggris, pada tahun 1952. Hasilnya kemudian disusun oleh W.A.Robson dari London School of Economics and Political Science dalam The University of Teaching of Social Sciences : Political Science. Buku inilah yang kemudian menjadi pedoman dalam mengajarkan beberapa ilmu sosial (termasuk ekonomi, antropologi budaya, dan kriminologi) di tingkat perguruan tinggi. Kedua buku ini merupakan usaha dari dunia internasional untuk membantu perkembangan ilmu politik di dunia, dan untuk menyatukan berbagai pandangan berbeda tentang ilmu politik di berbagai belahan dunia.


Ilmu Politik sebagai Ilmu Pengetahuan
Apakah ilmu politik dianggap sebagai bagian dari ilmu pengetahuan? Pertanyaan ini tentunya tidak dapat kita jawab tanpa mengetahui definisi mengenai ilmu pengetahuan itu sendiri. Pertemuan sarjana-sarjana ilmu politik di Paris, 1948, menghasilkan suatu definisi tentang ilmu pengetahuan : Ilmu pengetahuan adalah “the sum of coordinated knowledge relative to determined subject1”artinya keseluruhan dari pengetahuan yang terkumpulmenjadi suatu subjek tertentu. Sementara seorang ahli Belanda mengatakan : “Ilmu adalah pengetahuan yang tersusun, sedangkan pengetahuan adalah pengamatan yang disusun secara sistematis” (Wetenschap is geordende kennis, kennis is gesystematiseerde observatie). Berdasarkan kedua perumusan tersebut, ilmu politik termasuk ilmu pengetahuan.
Namun, ternyata definisi ini banyak menimbulkan ketidakpuasan dari berbagai sarjana ilmu politik. Karena bila dirunut dari definisi ini, ilmu politik seakan termasuk ilmu pengetahuan yang tidak perlu perkembangan. Padahal, yang mereka inginkan adalah agar ilmu politik dapat terus mengembangkan diri untuk dapat terus berusaha memahami dan meneliti berbagai gejala-gejala politik secara lebih sistematis, dengan berdasarkan kerangka teoritis yang terperinci. Pendekatan baru ini dikenal dengan nama “pendekatan tingkah laku” (behavioral approach). “Pendekatan tingkah laku” ini timbul pada masa sesudah Perang Dunia II, dengan didasari pada keinginan para ahli politik untuk meningkatkan mutu ilmu politik. Pendekatan ini banyak dipengaruhi oleh karya-karya sarjana sosiologi, seperti Max Weber dan Talcott Parsons. Sarjana ilmu politik yang terkenal karena pendekatan ini adalah Gabriel A. Almond (structural-functional analysis), David Easton (general system analysis)
Diambil dari Contemporary Political Science : A Survey of Methods, Research, and Teaching (Paris :UNESCO, 1950), h. 4
Karl W. Deutsch (communications theory), David Truman, Robert Dahl, dan lain-lain. Salah satu pemikiran pokok dari “pendekatan tingkah laku” ini adalah bahwa fokus dari ilmu politik adalah tingkah laku politik, bukan lagi pada lembaga-lembaga kenegaraan.
Konsep-konsep pokok dari kaum behavioralis adalah :
1. Tingkah laku politik memperlihatkan keteraturan (regularities) yang dapat dirumuskan dalam generalisasi-generalisasi.
2. Generalisasi-generalisasi ini pada azasnya harus dapat dibuktikan (verification)
kebenarannya sesuai dengan tingkah laku yang berkaitan.
3. Dalam mengumpulkan dan menafsirkan data, diperlukan teknik-teknik penelitian yang cermat.
4. Untuk dapat mencapai kecermatan dalam penelitian, diperlukan adanya pengukuran dan kuantifikasi.
5. Dalam membuat analisa politik, nilai-nilai pribadi dari si penulis/peneliti sedapat mungkin tidak dimasukkan dalam penelitian (value-free).
6. Terbuka terhadap konsep-konsep dan teori-teori dari ilmu sosial lainnya.

Penemuan tentang “pendekatan tingkah laku” ini kemudian melahirkan berbagai analisa baru dalam dunia politik. Analisa-analisa baru itu antara lain analisa strukturil- fungsional (structural-functional analysis), dan pendekatan analisa-sistim (systems analysis). Kedua analisis tersebut menganalisa masyarakat dari segi keseluruhan (macroanalysis). Setiap peranan masyarakat, baik yang langsung (manifest), maupun yang tidak langsung /terpendam (latent) senantiasa berpengaruh langsung terhadap masyarakat.
Dengan mempelajari “pendekatan tingkah laku”, kita menjadi mampu memahami kegiatan dan susunan politik di beberapa negara yang berbeda latar belakangnya. Hal ini dapat kita lakukan dengan mempelajari bermacam-macam mekanisme untuk menjalankan fungsi tertentu, yang ternyata merupakan tujuan dari setiap kegiatan politik. Hal tersebut menyebabkan Ilmu Politik Perbandingan menjadi sangat maju.

Kemajuan “pendekatan tingkah laku” ini ternyata mendapat protes dari berbagai tokoh “pendekatan tradisional”, sebut saja Eric Voegelin, Leo Strauss, dan John Hallowell. Mereka beralasan bahwa “pendekatan tingkah laku” dinilai terlalu lepas dari nilai-nilai
yang ada. Pendekatan ini juga dinilai tidak relevan dengan politik praktis, serta bersikap
menutup mata atas berbagai masalah-masalah sosial yang ada.
Perbedaan antara kaum tradisionalis dan kaum behavioralis dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Para tradisionalis menekankan : Para behavioralis menekankan
Nilai-nilai dan norma-norma fakta
Filsafat penelitian empiris
Ilmu terapan Ilmu murni
Historis-yuridis sosiologis-psikologis
Tidak kuantitatif kuantitatif2
Terjadinya konflik antara kaum tradisionalis dan kaun behavioralis ini lalu mendorong mereka untuk meneliti kembali rangka, metode, dan tujuan dari ilmu politik itu sendiri, baik di bidang pembinaan teori (theory building), maupun di bidang penelitian komparatif. Hasilnya, dapat disimpulkan bahwa kedua pendekatan sama pentingnya. Pendekatan tradisional dikatakan tetap memainkan peranan pokok dalam politik, tetapi ia tidak lagi menjadi satu-satunya pendekatan yang dominan. Sementara pendekatan tingkah laku dikatakan mempunyai pengaruh yang besar dalam ilmu politik.
Selain kedua pendekatan ini, ada suatu pendekatan yang diawali dengan reaksi dari berbagai pihak yang kurang puas dengan semua pendekatan yang ada. Reaksi ini disebut dengan “revolusi post-behavioralisme”. Gerakan ini timbul di Amerika dan mencapai
puncak saat berlangsungnya perang Vietnam, serta saat kemajuan teknologi di bidang persenjataan dan persamaan ras semakin luas. Gerakan ini banyak dipengaruhi oleh tulisan- tulisan berbagai cendekiawan, seperti Herbert Marcuse, C. Wright Mills, dan Jean Paul Sartre.
Reaksi post-behavioralisme ini terutama disebabkan ketidakpuasan karena usaha mengubah ilmu politik menjadi suatu ilmu pengetahuan yang murni, seperti ilmu-ilmu eksakta lainnya. Pokok-pokok dari reaksi post-behavioralisme adalah sebagai berikut :
1. Karena terlalu berfokus untuk menjadikan ilmu politik sebagai penelitian yang empiris dan kuantitatif, keberadaan ilmu politik menjadi abstrak dan tidak relevan dengan situasi sekitar. Padahal, relevansi sifatnya lebih penting daripada kecermatan dalam penelitian.
2. Ilmu politik tidak boleh kehilangan kontak dengan realitas-realitas sosial, melainkan ilmu politik harus melibatkan diri dalam usaha mengatasi masalah- masalah sosial yang timbul.
3. Penelitian mengenai nilai-nilai juga harus dimasukkan dalam kerangka tugas
ilmu politik.
2Dasar-dasar Ilmu Politik, Miriam Budiardjo (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2006)
4. Harus adanya komitmen dari para cendekiawan untuk selalu melibatkan diri, bertanggung jawab, serta mencari jalan keluar dari setiap krisis sosial yang dihadapi.
Definisi-definisi Ilmu Politik
Sebelum membicarakan apa itu ilmu politik, kiranya sebaiknya kita menelaah dahulu pengertian politik. Secara umum, dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah bermacam-macam kegiatan dalam sistem negara yang menyangkut proses menentukan atau melaksanakan tujuan dari sistem-sistem itu. Politik selalu berkenaan dengan tujuan-tujuan masyarakat, bukan tujuan dari individu-individu tertentu. Konsep-konsep pokok dalam ilmu politik, adalah :
1. Negara
Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan
tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya3. Sarjana yang menjadikan negara sebagai fokus kegiatannya memusatkan perhatian pada lembaga-lembaga kenegaraan dan fungsi-fungsinya. Karena definisi ini bersifat sempit dan terbatas pengertiannya, maka definisi ini dinamakan pendekatan institusional (institutional approach). Seperti yang dikatakan oleh Roger F. Soltau dalam Introduction to Politics : “Ilmu politik mempelajari negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan-tujuan itu; hubungan antara negara dengan warga negaranya serta dengan negara-negara lain”.
2. Kekuasaan
Professor Miriam Budiardjo mengatakan “kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan si pelaku”. Sarjana yang melihat kekuasaan sebagai fokus dari
ilmu politik beranggapan politik adalah kegiatan yang berpusat pada masalah memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan, di mana yang menjadi tujuan dari kekuasaan ini menyangkut kepentingan seluruh masyarakat. Pendekatan ini banyak terpengaruh oleh sosiologi, dan lebih dinamis daripada pendekatan institusionil. W.A.
3Dasar-dasar Ilmu Politik, Miriam Budiardjo (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2006)

Robson dalam The University Teaching of Social Sciences mengatakan “Ilmu politik mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan”.
3. Pengambilan keputusan
Professor Miriam Budiardjo dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Politik mengatakan “keputusan adalah membuat pilihan di antara beberapa pilihan alternatif”. Sedangkan
istilah pengambilan keputusan menunjuk pada proses yang terjadi sampai suatu keputusan itu tercapai, dengan proses pengambilan yang dilakukan secara kolektif dan mengikat seluruh masyarakat. Aspek pengambilan keputusan ini juga banyak menyangkut soal pembagian (distribution), yang oleh Harold Laswell dirumuskan
sebagai : “who gets what, when, how”. Joyce Mitchell dalam Political Analysis and
Public Policy: An Introduction to Political Science mengatakan, “Politik adalah
pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijaksanaan umum untuk
masyarakat seluruhnya”. Keputusan yang dimaksud di sini adalah keputusan yang
menyangkut sektor publik (public sector), mengenai tindakan-tindakan umum atau nilai-nilai (public goods) yang akan diambil. Deutsch dan kawan-kawan menganggap negara adalah kapal, dan pemerintah adalah nahkodanya. Pendekatan ini didasarkan pada prinsipcyb ernetica, yaitu ilmu komunikasi dan pengendalian.
4. Kebijaksanaan umum (public policy, beleid)
“Kebijaksanaan adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau oleh kelompok politik dalah usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan itu,” seperti dikutip dalam Dasar-dasar Ilmu Politik, karangan Professor Miriam Budiardjo. Sarjana-sarjana yang bepusat pada kebijaksanaan umum menganggap bahwa setiap masyarakat mempunyai suatu tujuan bersama, yang harus dicapai melalui usaha bersama. Untuk itulah, keberadaan kebijaksanaan diperlukan dalam masyarakat. Yang dimaksud dengan kebijaksanaan umum (policy) menurut Hoogerwerf dalam bukunya yang berjudul Politicologie : Begrippen en Problemen adalah “membangun masyarakat secara terarah melalui pemakaian kekuasaan”.

5. Pembagian (distribution)
“Pembagian(distribution) dan alokasi(allocation) adalah pembagian dan penjatahan dari nilai-nilai dalam masyarakat,” hal ini dikatakan oleh Professor Miriam Budiardjo, dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Politik. Sarjana yang menekankan pada pembagian alokasi beranggapan bahwa politik adalah mengenai pembagian dan pengalokasian dana, yang terkadang tidak merata pembagiannya. Dalam ilmu sosial,nilai (value) diartikan sebagai sesuatu yang dianggap baik dan benar, serta sesuatu yang ingin dimiliki oleh manusia. Nilai dapat dikatakan bersifat abstrak, namun juga dapat bersifat konkrit. Harold Laswell dalam bukunya yang berjudul Who Gets What, When, and How mengatakan “Politik adalah masalah siapa mendapat apa, kapan, dan bagaimana”.
Sedangkan David Easton dalam A System Analysis of Political Life mengatakan :
“Sistem politik adalah keseluruhan dari interaksi-interaksi yang mengatur pembagian
nilai-nilai secara autoritatif (berdasarkan wewenang) untuk dan atas nama masyarakat”.

Bidang-bidang Ilmu Politik

Dalam Contemporary Political Science, terbitan UNESCO pada 1950, ilmu politik terbagi dalam4 bidang :

I. Teori politik :
1. Teori politik
2. Sejarah perkembangan ide-ide politik

II. Lembaga-lembaga politik :
1. Undang-undang Dasar
2. Pemerintahan Nasional
3. Pemerintah Daerah dan Lokal
4. Fungsi ekonomi dan sosial dari pemerintah
5. Perbandingan lembaga-lembaga politik

III. Partai-partai, golongan-golongan (groups) dan pendapat umum :
1. Partai-partai politik
2. Golongan-golongan dan asosiasi-asosiasi
3. Partisipasi warga negara dalam pemerintah dan administrasi
4. Pendapat umum

IV. Hubungan internasional :
1. Politik internasional
2. Organisasi-organisasi dan administrasi internasional
3. Hukum internasiona
Teori politik adalah bahasan sistematis dan generalisasi dari berbagai fenomena politik yang terjadi di sekitar kita. Teori politik bersifat spekulatif (merenung-renung), deskriptif (menggambarkan), komparatif (membandingkan), atau dapat pula bersifat logika. Dalam pembahasan teori politik, juga dibahas mengenai sejarah pengembangan ide politik. Setiap ide politik lahir pada suatu masa tertentu, sehingga ide-ide politik tersebut menjadi erat kaitannya dengan perkembangan sejarah. Kupasan mengenai sejarah-sejarah di negara Barat biasanya dimulai sejak zaman Yunani kuno (abad 6 SM), sampai abad ke-20 ini.
Bidang kedua dari ilmu politik adalah mengenai lembaga-lembaga politik. Hubungan antara teori politik dengan lembaga-lembaga politik ini sangat erat kaitannya, sebab tujuan- tujuan sosial dan politik biasanya telah ditentukan dalam doktrin politik.
Bidang ketiga adalah mengenai partai-partai, golongan-golongan, dan pendapat umum. Bidang mengenai partai-partai ini banyak memakai konsep sosiologis dan psikologis. Bidang ini seringkali disebut dengan istilah political dynamics karena sangat menonjolkan proses dinamis dari kegiatan-kegiatan politik. Bidang keempat adalah mengenai hubungan internasional. Kemunculan bidang baru ini dikarenakan perkembangan ilmu politik yang semakin pesat, didukung pula oleh kemajuan teknologi, ekonomi dan sosial.
Akhir-akhir ini, sedang berkembang suatu bidang yang penting bagi negara-negara berkembang. Bidang itu adalah Pembangunan Politik (Political Development). Bidang ini mempelajari efek dari pembangunan di bidang sosial dan ekonomi, yang akhir-akhir ini meningkat dengan drastis, pada masyarakat. Masalah pembangunan politik ini erat kaitannya dengan proses dekolonisasi dan proses mencapai kemerdekaan pada negara- negara yang baru saja memerdekakan diri.
Masalah yang dipelajari dari bidang ini adalah mengenai akibat yang ditimbulkan oleh pembangunan sosial dan politik terhadap lembaga pemerintahan dan partisipasi politik; peranan golongan elit dan pola kepemimpinan; peranan pendidikan sebagai sarana pembangunan, dan lain sebagainya. Sebagai penutup, di sini disajikan beberapa contoh dari perkembangan ilmu politik yang semakin pesat, yang tercermin dalam berbagai acara di berbagai konferensi :
a.Kongres VII International Political Science Association, tahun 1967 di Brussel.

Hasil-hasil pembicaraannya adalah :
 Metode-metode kuantitatif dan matematis dalam ilmu politik
 Biologi dan ilmu politik
=Masalah pangan dan ilmu politik
=Masalah pemuda dan politik
=Model-model dan stude perbandingan sekitar Nation Building.

b.American Political Science Association tahun 1970 di Los Angeles :
 Data dan analisa (penggunaan komputer dalam kegiatan penelitian)
 Pembangunan politik (kehidupan-kehidupan politik di negara baru)
 Tingkah laku badan legislatif (analisa sikap dan peranan anggota-anggota panitia kecil dalam badan perwakilan)
 Perbandingan sistem-sistem komunis dan komunikasi internasional (dua cabang ilmu hubungan internasional yang bersifat lebih sempit).

All About Me...

All About Me...
D'kill AbiZzz...

Apa anda suka dg Blog ini?

Pengikut cowoX_D'kill